Bismillahirrahmanirrahimm...
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur kita panjatkan atas khadirat Allah SWT. Atas segala rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya.
Dalam penyusunan materi kali ini, saya akan membahas tentang budaya kerja dalam instansi atau perusahaan, instansi atau perusahaan yang akan saya bahas budaya kerjanya yaitu Bank BRI (Bank Rakyat Indonesia). di blog saya ini akan membahas Sejarah Bank BRI, Visi dan Misi Bank BRI dan tak ketinggalan Budaya kerja Bank BRI. Semoga dapat bermanfaat.
Sejarah
Bank Rakyat Indonesia
adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di
Indonesia. Pada awalnya BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei
Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp- en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs
Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan
Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan
sebagai hari kelahiran BRI.
Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank
Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan
kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu
dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan
berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui
PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang
merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij
(NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN
diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan
Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17
tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia.
Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks
BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang
Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor
Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang
Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang
Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor
Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan
Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun
1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No.
7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI
berubah menjadi perseroan terbatas. Sampai sekarang PT. BRI (Persero) yang
didirikan sejak tahun 1895 tetap konsisten memfokuskan pada pelayanan kepada
masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada
golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan
penyaluran KUK (Kredit Usaha Kecil) pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8
milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun
1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar.
Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada 10
Nopember 2003 lalu, mencatat sejarah dengan melakukan pencatatan perdana
sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bank BRI
secara resmi tercatat sebagai emiten di BEJ dan BES dengan nama saham BBRI.
Selain melakukan pencatatan saham perdana di BEJ dan BES, Bank BRI juga
melakukan refund, distribusi surat konfirmasi penjatahan kepada investor,
distribusi saham secara elektronik serta melakukan pembayaran
kepada pemerintah dan emiten.
Pemerintah selaku pemilik saham tunggal BRI melepas sampai
30 persen sahamnya di BRI kepada publik melalui pasar modal. http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/r/rudjito/go_public.shtml.
Diakses tanggal 28 Febuari 2010.
Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin
pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai
unit kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1
Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang
(dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York
Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas
Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI UNIT dan 357 Pos Pelayanan
Desa.
Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia BRI
Visi
BRI adalah menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan
nasabah. Dalam mewujudkan visinya, BRI telah menetapkan tiga misi, yaitu:
- Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang perkembangan ekonomi masyarakat;
- Memberikan pelayanan prima kepada semua nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan Good Corporate Governance;
- Memberikan keuntungan dan manfaat optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan. NOKEP: S-16/DIR/SSS/SDM/04/99 Tanggal 26 April 1999.
Berikut
ini adalah prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diterapkan oleh BRI:
- Transparansi
(Transparency)
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan : - Akuntabilitas
(Accountabiity)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; - Pertanggungjawaban
(Responsibility)
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; - Kemandirian
(Independence)
Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; - Kewajaran (Fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. NOKEP: S.44-DIR/9/1983 Tanggal 1 Oktober 1983.
Penerapan Budaya Kerja pada Bank BRI
Budaya
organisasi merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi,
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan dan berfungsi sebagai perekat yang
menjadi acuan dalam berorganisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian diatas mengisyaratkan, bahwa dengan kekuatan budaya organisasi yang
dibangun dan mengakar pada suatu entitas akan mampu mendorong setiap individu
yang terlibat didalamnya secara sadar diri mematuhi dan menjalankan seluruh
kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen berlandaskan nilai-nilai dasar yang
telah disepakati.
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) sesuai dengan kewenangannya
memperkenalkan konsep pengembangan budaya kerja, yang telah dimulai sejak awal
tahun 1990-an, dengan produknya Gugus Kendali Mutu (GKM), dan dilanjutkan
dengan Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Pada tahun 2002 MENPAN mengeluarkan
Keputusan nomor 25 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara,
disusul dengan modul Penerapan Budaya Kerja Aparatur Negara, September 2003.
Perkembangannya sampai dengan saat ini masih pada tahap sosialisasi dan
pelatihan fasilitator di daerah/ unit percontohan di birokrasi pemerintah,
sehingga manfaatnya masih belum bisa dirasakan.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebelum tahun 1990an, digambarkan sebagai lembaga BUMN yang lamban, malas, birokratis, bahkan dinilai korup. Kondisi ini menjadikan Bank BRI sebagai suatu organisasi yang lebih mirip disebut birokrat daripada organisasi yang berbentuk korporat. Upaya untuk mengubah Bank BRI menjadi suatu organisasi yang bercirikan korporasi dimulai sejak tahun 1992, melalui transformasi budaya dari birokrasi menjadi korporasi. Pada tahun 1998, dibentuk Tim Budaya Kerja (TBK-BRI) bekerjasama dengan PT. Service Quality Center Indonesia. Tim ini berhasil menggali dan merumuskan budaya korporasi BRI yang berlandaskan pada lima nilai budaya dasar yaitu Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Nasabah, Keteladanan, dan Penghargaan Kepada Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui proses sosialisasi dan internalisasi, nilai-nilai dasar tersebut telah berhasil menjadi perekat yang harmonis pada sistem yang dibangun BRI. Hasil lebih lanjut tampak pada peningkatan kinerja organisasi yang diindikasikan dengan berbagai penghargaan yang telah berhasil diterima, dan terakhir dinobatkan sebagai BUMN terbaik.
Pengembangan budaya kerja pada organisasi sektor publik khususnya Instansi Pemerintah dengan melihat praktek yang dilakukan oleh BRI, merupakan suatu alternatif yang patut dipertimbangkan. Anggapan, bahwa latar belakang BRI sebagai korporat dengan profit motif tidak bisa dijadikan sebagai pembanding, karena dilain pihak instansi pemerintah motifnya adalah pelayanan publik (public service) adalah kurang beralasan. Permasalahan umum dalam implementasi budaya kerja berkaitan erat dengan keengganan individu-individu yang ada dalam suatu organisasi untuk mentransformasikan nilai-nilai dasar budaya organisasinya dalam praktek sehari-hari. Penyebab kegagalan implementasi budaya kerja pada umumnya bukan karena bentuk organisasinya, walaupun hal tersebut diduga akan berpengaruh pada akselerasi implementasinya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa lima nilai dasar yang telah disepakati pada BRI telah menyatu pada setiap jajaran manajemen, yang diindikasikan dari bentuk sikap dan perilaku karyawan dalam memahami nilai-nilai dasar tersebut untuk kemudian mengimplementasikannya dalam aktivitas rutin kantor sehari-hari. Hal penting yang besar pengaruhnya dalam pelaksanaan budaya kerja, yaitu adanya komitmen dan keteladanan yang tinggi dari pucuk pimpinan (Direktur Utama) yang didukung oleh jajaran pimpinan dibawahnya, serta berjalannya sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment) yang secara konsekuen dilaksanakan.
Proses implementasi budaya kerja pada Bank BRI diawali dengan membentuk Tim Budaya Kerja (TBK)-BRI yang berada di Divisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Pada awalnya di BRI dikenal budaya kerja, TRAMPIL (Takwa, Ramah, Andal, Mumpuni, Piawai, Integritas, Luas wawasan), yang kemudian diganti dengan IKI (Integritas, Keteladanan, dan Identitas). Namun, karena kurang disosialisasikan dan tidak pernah dievaluasi, pernyataan-pernyataan tersebut hanya dianggap sebagai jargon-jargon saja. Pada tahun 1999, dibangun kembali budaya kerja yang sudah ada, dengan melakukan kerjasama antara TBK?BRI dengan konsultan PT SQCI (PT Service Quality Center Indonesia). Proses transformasi budaya yang berjalan dilakukan melalui penyusunan nilai-nilai dasar (core values), perumusan perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan berdasarkan nilai-nilai dasar yang disepakati, dan pembentukkan Tim Sosialisasi dan Implementasi Budaya Kerja BRI. Hasilnya antara lain, pelaksanaan sosialisasi budaya kerja untuk manajemen puncak; pembentukan Master Trainer budaya kerja; Sosialisasi dan implementasi budaya kerja untuk karyawan Kantor Pusat dan Kantor Cabang Khusus; serta pembentukkan Change Agent (CA) pada Kantor Pusat/ Kantor Wilayah/ Kantor Cabang/ Kantor Cabang Pembantu.
Mengenai peluang implementasi budaya kerja di lingkungan instansi pemerintah, para pelaku budaya yang telah mengalami transformasi dari masa BRI masih dalam kultur birokrat sampai dengan korporat, pada umumnya menyatakan optimis bahwa hal itu akan bisa dilaksanakan, walaupun dengan tingkat keyakinan yang berbeda-beda. Kesulitan terbesar adalah merubah perilaku pegawai negeri yang nota bene sudah dianggap sebagai pegawai yang malas, tidak disiplin, minta dilayani, merasa dibutuhkan, dan hanya loyal kepada atasan. Yang menarik, pelaku yang menyatakan bahwa budaya kerja tidak mungkin bisa diterapkan pada instansi pemerintah hampir tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa usulan pemikiran yang diharapkan dapat memperkaya khasanah pengembangan budaya kerja di lingkungan birokrasi publik/ instansi pemerintah, yaitu sebagai berikut:
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebelum tahun 1990an, digambarkan sebagai lembaga BUMN yang lamban, malas, birokratis, bahkan dinilai korup. Kondisi ini menjadikan Bank BRI sebagai suatu organisasi yang lebih mirip disebut birokrat daripada organisasi yang berbentuk korporat. Upaya untuk mengubah Bank BRI menjadi suatu organisasi yang bercirikan korporasi dimulai sejak tahun 1992, melalui transformasi budaya dari birokrasi menjadi korporasi. Pada tahun 1998, dibentuk Tim Budaya Kerja (TBK-BRI) bekerjasama dengan PT. Service Quality Center Indonesia. Tim ini berhasil menggali dan merumuskan budaya korporasi BRI yang berlandaskan pada lima nilai budaya dasar yaitu Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Nasabah, Keteladanan, dan Penghargaan Kepada Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui proses sosialisasi dan internalisasi, nilai-nilai dasar tersebut telah berhasil menjadi perekat yang harmonis pada sistem yang dibangun BRI. Hasil lebih lanjut tampak pada peningkatan kinerja organisasi yang diindikasikan dengan berbagai penghargaan yang telah berhasil diterima, dan terakhir dinobatkan sebagai BUMN terbaik.
Pengembangan budaya kerja pada organisasi sektor publik khususnya Instansi Pemerintah dengan melihat praktek yang dilakukan oleh BRI, merupakan suatu alternatif yang patut dipertimbangkan. Anggapan, bahwa latar belakang BRI sebagai korporat dengan profit motif tidak bisa dijadikan sebagai pembanding, karena dilain pihak instansi pemerintah motifnya adalah pelayanan publik (public service) adalah kurang beralasan. Permasalahan umum dalam implementasi budaya kerja berkaitan erat dengan keengganan individu-individu yang ada dalam suatu organisasi untuk mentransformasikan nilai-nilai dasar budaya organisasinya dalam praktek sehari-hari. Penyebab kegagalan implementasi budaya kerja pada umumnya bukan karena bentuk organisasinya, walaupun hal tersebut diduga akan berpengaruh pada akselerasi implementasinya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa lima nilai dasar yang telah disepakati pada BRI telah menyatu pada setiap jajaran manajemen, yang diindikasikan dari bentuk sikap dan perilaku karyawan dalam memahami nilai-nilai dasar tersebut untuk kemudian mengimplementasikannya dalam aktivitas rutin kantor sehari-hari. Hal penting yang besar pengaruhnya dalam pelaksanaan budaya kerja, yaitu adanya komitmen dan keteladanan yang tinggi dari pucuk pimpinan (Direktur Utama) yang didukung oleh jajaran pimpinan dibawahnya, serta berjalannya sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment) yang secara konsekuen dilaksanakan.
Proses implementasi budaya kerja pada Bank BRI diawali dengan membentuk Tim Budaya Kerja (TBK)-BRI yang berada di Divisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Pada awalnya di BRI dikenal budaya kerja, TRAMPIL (Takwa, Ramah, Andal, Mumpuni, Piawai, Integritas, Luas wawasan), yang kemudian diganti dengan IKI (Integritas, Keteladanan, dan Identitas). Namun, karena kurang disosialisasikan dan tidak pernah dievaluasi, pernyataan-pernyataan tersebut hanya dianggap sebagai jargon-jargon saja. Pada tahun 1999, dibangun kembali budaya kerja yang sudah ada, dengan melakukan kerjasama antara TBK?BRI dengan konsultan PT SQCI (PT Service Quality Center Indonesia). Proses transformasi budaya yang berjalan dilakukan melalui penyusunan nilai-nilai dasar (core values), perumusan perilaku-perilaku dan tindakan-tindakan berdasarkan nilai-nilai dasar yang disepakati, dan pembentukkan Tim Sosialisasi dan Implementasi Budaya Kerja BRI. Hasilnya antara lain, pelaksanaan sosialisasi budaya kerja untuk manajemen puncak; pembentukan Master Trainer budaya kerja; Sosialisasi dan implementasi budaya kerja untuk karyawan Kantor Pusat dan Kantor Cabang Khusus; serta pembentukkan Change Agent (CA) pada Kantor Pusat/ Kantor Wilayah/ Kantor Cabang/ Kantor Cabang Pembantu.
Mengenai peluang implementasi budaya kerja di lingkungan instansi pemerintah, para pelaku budaya yang telah mengalami transformasi dari masa BRI masih dalam kultur birokrat sampai dengan korporat, pada umumnya menyatakan optimis bahwa hal itu akan bisa dilaksanakan, walaupun dengan tingkat keyakinan yang berbeda-beda. Kesulitan terbesar adalah merubah perilaku pegawai negeri yang nota bene sudah dianggap sebagai pegawai yang malas, tidak disiplin, minta dilayani, merasa dibutuhkan, dan hanya loyal kepada atasan. Yang menarik, pelaku yang menyatakan bahwa budaya kerja tidak mungkin bisa diterapkan pada instansi pemerintah hampir tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa usulan pemikiran yang diharapkan dapat memperkaya khasanah pengembangan budaya kerja di lingkungan birokrasi publik/ instansi pemerintah, yaitu sebagai berikut:
- Idealnya, implementasi budaya kerja secara nasional didahului dengan komitmen pimpinan, dimulai dari pimpinan tertinggi pemerintah yaitu Presiden, dan secara berjenjang turun ke tingkat yang lebih rendah, Departemen/ Lembaga, dan Pemerrintah Daerah. Namun demikian, berdasarkan kebutuhan tidak tertutup kemungkinan implementasi budaya kerja dilakukan secara mandiri oleh unit organisasi tanpa menunggu terlebih dahulu implementasi oleh unit organisasi yang lebih tinggi.
- Peraturan mengenai budaya kerja ditetapkan berdasarkan lingkup kebutuhannya disertai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
- Membangun sistem penghargaan dan sanksi secara berjenjang sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi pemerintah dalam rangka meningkatkan motivasi dalam pelaksanaan budaya kerja, antara lain dengan memperbaiki sistem penganggaran (penggajian) dan sistem kepegawaian (manajemen SDM).
- Nilai-nilai budaya kerja yang telah diatur dalam keputusan MENPAN digunakan sebagai pengayaan dalam membangun nilai-nilai dasar organisasi, karena pada hakekatnya penggalian nilai-nilai dasar harus dilakukan dengan pola bottom up, yakni menjaring masukan dari bawah dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat/ organisasi itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan rasa memiliki terhadap nilai-nilai yang telah disepakati dan mendorong komitmen yang kuat untuk melaksanakan.
- Nilai-nilai dasar organisasi yang telah ditetapkan harus dijabarkan dalam bentuk tindakan nyata yang harus dilakukan oleh setiap individu organisasi dengan berpedoman pada peraturan dan sistem yang melekat pada kinerja organisasi, disertai indikator yang jelas agar dapat diukur tingkat capaian kinerjanya.
- Dalam implementasinya, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan pihak lain (konsultan) yang mempunyai kompetensi dalam pengembangan budaya kerja. Hal ini dipandang penting untuk menghilangkan rasa sungkan (ewuh pekewuh) apabila penanganannya dilakukan oleh rekan sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.landasanteori.com/2015/10/sejarah-bank-rakyat-indonesia-visi-misi.html
Bermanfaat sekali
BalasHapus